Minggu, 28 Desember 2014

Dua Kehilangan, Beda Reaksi, Terukurlah Cinta

“Jika kau ingin tahu kemana kau kembali, lihatlah apa-apa yang kau cintai hari ini, adakah yang kau cintai akan menjadi pemberat timbangan kebaikanmu?” 

Alhamdulillah berlalu sudah hari Jumat, tanpa terompet sangsakala, berarti Bumi beserta isinya masih diizinkan tuk melanjutkan mengumpulkan bekal pulang. yang unik dari Jumat kali ini, Allah memperlihatkan dua kejadian yang sama prosesnya, tapi beda objeknya, beda pula hasil reaksinya, dari situlah terukur cinta. yang jadi aktor hari ini cukup tiga orang saja, yaitu aku dan kedua adik ku, sebut saja mereka Bagas dan Heri.

Tugasku sedang menumpuk dan hampir semuanya membutuhkan koneksi internet, mendadak masa berlaku pulsa internetku habis, padahal terakhir masih ada satu giga lebih, sayang sekali memang, karena aku lupa mengaktifkan masa berlaku penuh satu tahun, fasilitas yang menjadi keunggulan provider internetku. Adik ku Hari, dia menjual pulsa dan memang aku sudah biasa membeli pulsa internet dari dia. Aku sudah memintanya untuk mengirimkan pulsa 70 ribu ke nomor modemku, karena memang kartu modemku ini baru, maka aku harus menyebutkan nomornya. Satu jam berlalu, pulsa tak kunjung masuk, kutanya Hari apakah dia mengirikan ke nomor yang benar, dan ternyata tidak ada yang salah dengan nomornya, akhirnya kami mengambil kesimpulan bahwa ini semua bisa jadi disebabkan karena banjir yang sedang melanda Jakarta dan berdampak pada lumpuhnya beberapa infrastruktur.

Keesokan harinya, Hari menawarkanku untuk mencoba mengirimkan kembali, kusebutkan nomorku, tapi Hari tidak memintaku untuk menyebutkan kembali nomornya untuk memastikan bahwa nomor yang dituju sudah benar, ya adik ku yang satu ini memang cerdas, mungkin dia sudah hafal. 30 menit berlalu, lagi-lagi pulsa belum juga masuk, aku memintanya sekali lagi untuk mencocokan dengan nomor baru modemku, dan sayangnya, ternyata salah nomor saudara-saudara, bukan pulsa 10 ribu atau 20 ribu, tapi TUJUH PULUH RIBU RUPIAH.

Mendengar kejadian itu, semua orang yang ada di asramaku langsung bereaksi dengan hebohnya, terutama Hari yang menjadi sasaran utama dinasihati untuk lebih teliti, Bagas pun mengatakan bahwa untung yang didapat tak seberapa dari berjualan pulsa ini, tapi kerugian kali ini bisa membuat Hari defisit. Heboh sekali, wajar memang, pulsa 70 ribu tidaklah sedikit. Hari sudah mencoba untuk menghubungi si pemilik nomor untuk mentransfer kembali pulsa tersebut dengan memberikan pulsa 10 ribu untuk si pemilik nomor, tapi sayangnya nomor itu sedang tidak aktif. Untuk mengurangi kesedihan Hari, maka aku mengajaknya membagi kerugian, aku akan tetap membayarnya walau hanya 50%.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00, saatnya kami bergegas menuju Masjid. Sesampai di Masjid, kami langsung shalat dua rakaat, dan setelahnya kami masih berbincang-bincang beberapa hal karena kulihat memang belum ada khatib di mimbar. Bagas berharap kami tuk pindah asrama ke dekat Masjid ini supaya mudah untuk shalat di Masjid, dan memang lingkungan di dekat Masjid ini nampak lebih baik dibandingkan dengan lingkungan asrama kami sekarang. Aku katakan pada Bagas bahwa dulu saat mencari asrama, daerah sekitar masjid ini juga sudah kami datangi, ada satu rumah kosong, tapi sayang kurang besar dan harga yang ditawarkan juga terlalu tinggi.

Azan kedua dikumandangkan, dan khatib pun naik ke atas mimbar. Seketika suasana Masjid menjadi hening, paling hanya suara anak-anak SD yang masih terdengar bersenda gurau. “Kak, bla bla bla bla” Bagas pun berucap dengan kata-kata yang tidak dapat ku cerna karena telinga ku sudah ku atur untuk mendengarkan khutbah, berkerut dahi ku untuk menunjukan bahwa yang dia lakukan itu salah, ku tempelkan jari telunjuk ku di bibir tanpa mengeluarkan suara, karena memang kalau sampai aku bersuara untuk menyuruhnya diam, maka aku pun akan kehilangan pahala Shalat Jumat ku. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ . وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

“Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.”(HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851).

Bagas pun diam, namun tak lama kemudian dia pun mengajak bicara Hari, “Ri, bla bla bla bla”, tapi ku lihat Hari tidak menanggapinya, nampaknya adik ku Hari sudah mengetahui dalilnya. Akhirnya Bagas pun kembali terdiam. Iqomat pun terdengar, saatnya Shalat Jumat. shalat berlangsung dengan khidmat dan tidak ada yang dapat diceritakan kecuali kenikmatan dalam kekhusyukan. setelah selesai berdoa dan Shalat Ba’diyah, kami pun pulang menggunakan motor, dan aku memilih untuk dibonceng Bagas untuk membicarakan tindakannya tadi.

Aku tanyakan padanya apakah dia tidak mengetahui larangan berbicara saat khatib sudah naik mimbar, jawabnya tidak tahu, oh pantas saja, kamudian sebenarnya aku menunggu dia menanyakan bagaimana hukumnya, tapi dia tidak kunjung menanyakan, akhirnya akulah yang memulainya. Aku katakan bahwa jika kita berbicara sedangkan khatib sudah di atas mimbar, maka kita akan kehilangan pahala Shalat Jumat kita. Kemudian yang kutunggu adalah reaksinya, apakah dia akan merasa sedih ketika mendengar bahwa dia bisa jadi kehilangan pahala Shalat Jumatnya tadi, tapi kenyataanya, DATAR SAUDARA-SAUDARA, tidak tampak penyesalan sedikit pun, sedangkan aku masih ingat betul ekspresinya saat mendengar bahwa Hari kehilangan 70 ribu tadi pagi karena salah kirim pulsa.

Hikmah
Lihatlah para sahabat, Umar bin abdul aziz, Khalifah ke 5 setelah Abu Bakar As-Shidiq, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, ketika kecil pernah menggunduli rambutnya, hanya karena pada suatu ketika beliau terlambat mengikuti takbiratul ikram pada shalat berjamaah gara-gara terlalu sibuk merapikan rambutnya, padahal hanya takbiratul ikram yang tertinggal. Sementara itu, buyutnya, Umar bin Khatab, menshadaqahkan kebunnya hanya gara-gara beliau terlambat Shalat berjamaah Ashar karena terlalu asyik dikebunnya.

Mari kita koreksi diri, adakah diri masih lebih mencintai dunia ketimbang akhirat. wallahu a’lam bishawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar